MANINGAU NILAI SOSIAL BUDAYA DAN NILAI SENI BUDAYA BANJAR
Posted on Agustus 26, 2012 by arsyadindradi
Oleh : Arsyad Indradi
Sejak zaman Datu Nini baik Nilai – Nilai Sosial budaya dan
Seni Budaya Banjar sudah tertanan dalam masyarakat Banjar.
I. Nilai Sosial Budaya
Nilai Sosial Budaya seperti keterampilan dan kerajinan yakni
anyaman, masakan, batik, kamasan, ukir dan tatah. Anyaman dengan bahan tumbuhan
purun yang menghasilkan tikar purun, bakul purun. Bahan paikat (rotan) yang
menghasilkan bakul, lanjung, arangan gayak, bakul kayang ( tangkiding ), bakul
pamasakan, butah, rambat, tangkitan bukit dan lain – lain. Daun nipah yang
menghasilkan “tanggui“ ( tudung ), ketupat, kajang dan lain – lain. Atap rumbia
yang bahannya dari daun rumbia. Dari bahan ijuk menghasilkan sapu ijuk dan tali
ijuk. Demikan juga masakan berupa empat puluh satu macam kue, gangan asam,
gangan balamak, gangan haliling, soto Banjar dan lain – lain. Batik Banjar
berupa kain sasirangan, dinding airguci, tapih (sarung) wanita. Sasirangan
adalah batik khas Kalimantan Selatan yang pada jaman dahulu digunakan untuk
mengusir roh jahat dan hanya dipakai oleh kalangan orang-orang terdahulu
seperti keturunan raja dan bangsawan. Proses pembuatan masih dikerjakan secara
tradisional.
Masyarakat Banjar seperti masyarakat Banjarmasin, Nagara dan
Martapura yang juga sebagai pengrajin kamasan ( tukang perhiasan ) bahan emas,
suasa dan perak. Hasil kerajinan itu berupa : Giwang (anying-anting) seperti
bonel ros barumbai, bonel air tetes, bonel air tetes barumbai dan lain-lain.
Galang ( gelang ) tangan seperti galang baintan, galang rantai, galang rantai
sulapit dan lain-lain. Galang batis ( kaki ) seperti galang batis buntut
cacing, galang batis malati, galang wancuh.Utas (cincin) seperti utas balah
paikat, utas mata satu asur wawaluhan, utas mata satu bagimus (polos), utas
mata satu tusuk, utas ros parimata intan, utas rantai, utas baserong dan lain –
lain. Kakalung seperti kakalung rantai sulapit, kakalung madaliun barumbai,
madaliun ros, madaliun mata tiga, madalin mata satu dan lain-lain. Cucuk baju
seperti cucuk baju seribu manis, cucuk baju paniti, cucuk baju daun basontek,
cucuk baju daun baintan dan lain – lain. Cucuk konde seperti cucuk konde
kulipak katu, cucuk konde daun talu, daun lima, cucuk konde daun seribu manis,
cucuk konde ros, cucuk konde daun baintan dan lain-lain
Ada hasil kerajinan dari bahan kuningan seperti
pakucuran/peludahan, sasanggan panginangan, celengan dan lain-lain. Ada hasil
kerajinan tembikar seperti dapur, kapit, tajau halus dan besar, cocot ( sejenis
ciret/teko ) dan lain – lain.
Ukir dan tatah seperti dalam bentuk tatah surut (ukiran
berupa relief); tatah babuku (ukiran dalam bentuk tiga dimensi), tatah baluang
(ukiran “bakurawang”) dan lain – lain.
Nilai Sosial Budaya yang menjadi tempat – tempat objek
wisata, di Tanah Banjar banyak jumlahnya di antaranya Pasar Terapung,
pendulangan intan dan keindahan alam seperti Pulau Kambang, Gua Liang Hidangan,
tempat keramat dan lain – lain.
Pasar Terapung adalah pasar tradisional yang sudah ada sejak
dulu dan merupakan refleksi sosial budaya sungai orang Banjar. Pasar yang khas
lagi unik ini tempat melakukan transaksi jual beli bahkan ada yang berupa
barter di atas air dengan menggunakan jukung ( sampan ) yang berdatangan dari
berbagai pelosok, membawa dagangan berupa lalapan ( sayur – sayuran ), buah –
buahan, pancarakinan ( rempah masakan dan belah pecah ) juga makanan dan
minuman. Pasar Terapung hanya berlangsung pada pagi hari sekitar jam 05.00
hingga 07.00 setiap hari. Pasar terapung ini ada dua lokasi yaitu di Kuin
wilayah Banjarmasin dan Lok Baintan wilayah Kabupaten Banjar.
Seperti juga di daerah lain, Kalimantan Selatan memikili tradisi budaya dan seni b
Tradisi Budaya yang kental dalam masyarakat Banjar seperti
upacara kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, kematian, baayun anak,
mamalas banua/manyanggar banua, aruh ganal, badudus dan lain – lain.
Di sini akan “ditingau sakilaran “ mengenai tradisi baayun
anak dan badudus.
a. Baayun Anak
Yang lebih menarik adalah menidurkan anak ini sang ibu
sambil bernyanyi dengan suara merdu berayun-ayun atau mendayu-dayu.
Isi lirik ini, puji-pujian pada anaknya yang ”bungas langkar
” dan doa agar anaknya kelak kuat imannya dalam agama sampai akhir hayatnya.
Kalau tidak berupa syair atau pantun, sang ibu membaca
salawat rasul atau ayat – ayat suci Al Qur’an.
Ayun Bapukung adalah menidurkan anak dengan cara sang anak
didudukan dalam ayunan dibalut dengan kain tapih sebatas leher.
Ayunan untuk ”guring bapukung” tak bedanya dengan ayunan
dengan posisi dibaringkan yaitu terbuat dari tapih bahalai atau kain kuning
dengan ujung –ujungnya diikat dengan tali haduk ( ijuk ). Ayunan ini biasanya
digantungkan pada palang plapon di ruang tengah rumah. Pada tali tersebut
biasanya diikatkan Yasin, daun jariangau, kacang parang, katupat guntur, dengan
maksud dan tujuan sebagai penangkal hantu – hantu atau penyakit yang mengganggu
bayi. Menidurkan anak dengan bapukung biasanya lebih cepat tertidur dari pada
mengayun posisi berbaring.
Maayun anak ini terkadang diadakan pada acara Mauludan yakni tanggal 12 Rabiul Awwal. Dengan maksud agar mendapat berkah kelahiran Nabi Muhammad SA
Pada perkembangannya, maayun anak ini menjadi sebuah tradisi
budaya yang setiap tahun digelar dengan istilah “ Baayun Maulud” Baayun Maulud
ini sungguh berisi pesan-pesan religiusitas, filosofis dan local wisdom (
kearifan local ).
Baayun Maulud ini setiap tanggal 12 Rabiul Awwal yakni
menyambut dan memperingati Maulud Rasul, oleh masyarakat Desa Banua Halat
Kecamatan Tapin Utara selalu mengadakan upacara Baayun Anak atau Baayun Maulud.
Tradisi budaya ini mulai popular sejak tahun 1990-an.
Juga, Baayun Anak ini adalah salah satu agenda tahunan bagi
Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru Kalimantan Selatan. Yang lebih unik lagi
pesta Baayun Anak ini bukan hanya baayun anak tetapi pesertanya juga baayun
nenek dan kakek. Mereka sengaja ikut baayun karena nazar. Nazar ini karena
sudah tercapai niat atau terkabul hajat seperti sudah naik haji, mendapat
rejeki yang banyak atau untuk maksud agar penyakitnya hilang atau juga panjang
umur.
2) Badudus
Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai adat budayanya
masing- masing, ada yang berbeda dan ada juga hampir sama. Dalam kesempatan ini
diperkenalkan adat yang ada di suku Banjar yang mendiami Tanah Borneo bagian
selatan yakni Kalimantan Selatan, yaitu Acara Badudus.
Badudus adalah acara mandi – mandi.. Acara ini ada tiga
jenis, yaitu Badudus Tian Mandaring, Badudus Pengantin Banjar, dan Badudus
untuk Keselamatan.
a) Badudus Tian Mandarin
Acara Badudus Tian Mandaring adalah acara Mandi – Mandi perempuan hamil pertama kali yang usia hamilnya Tujuh Bulan. Sesaji yang diadakan berupa kue – kue yang jumlahnya 41 macam. Minyak Likat Buburih adalah sebagai bahan Tapung Tawar. Air yang dimandikan berupa air yang berendam beraneka bunga sehingga air ini beraroma harum.
b) Badusus Selamatan Tahunan
Acara Badudus merupakan tradisi masyarakat Banjar terutama
sebagian masyarakat Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. Acara ini diadakan dua
kali setahun yaitu acara Mandi-Mandi dilaksanakan pada pertengahan tahun Hijrah
yaitu sekitar bulan Jamadil Akhir dan Selamatan Tahunan diadakan pada awal
tahun Hijrah yaitu bulan Muharram . Masyarakat Amuntai sangat tebal
kepercayaannya terhadap Legenda Lambung Mangkurat, bahwa raja-raja Negara Dipa
seperti Empu Jalmika, Pangeran Suryanata, Pangeran Suryaganggawangsa dan
lain-lainnya itu sampai sekarang masih hidup dan berada di alam gaib dan
sewaktu-waktu mereka dapat diundang. Kepercayaan ini dianut secara turun
temurun dan jika tidak dilaksanakan maka mengakibatkan malapetaka bagi keluarga
mereka misalnya ada yang kurang waras atau kena penyakit.
Sesaji yang harus diadakan adalah 41 macam kue dan yang
tidak boleh ketinggalan yaitu “ Bubur Habang Bubur Putih “, “ Kopi Pahit “,
Cingkaruk Batu “, “ Rokok Jagung “, dan “ Minyak Likat Buburih “.
Serangkaian acara Badudus Selamatan Tahunan ini diadaakan
lagu-lagu Badudus yang diiringi tetabuhan yang terdiri dari biola dan Tarbang
Besar atau Tarbang Burdah. Ada beberapa repertoire dalam acara ini yang
susunannya tidak boleh tertukar, yaitu :
Repertoire pembukaan adalah lagu Kur Sumangat, merupakan
lagu mengundang roh – roh dari raja-raja yang gaib di tengah kepulan asap dupa
dan kemenyan. Isi lagu adalah undangan dan ucapan maaf jika ada kesalahan dalam
menyediakan sajian atau dalam pelaksanaan terdapat kekeliruan dan
sebagainya.selesai lagu ini, diadakan acara Tapung Tawar yang disebut Tatungkal
dengan memercikkan minyak Likat Buburih d atas kepala pada yang dimandikan dan
pada keluarga. Repertoire yang kedua Lagu Girang – Girang, pernyataan
kegembiraan. Repertoire yang ketiga adalah lagu Mandung Mas Mirah, lagu untuk
menyambut puteri – puteri yang diundang. Repertoire yang keempat Lagu Dundang
Sayang, berfungsi sebagai penghibur pada para undangan yang hadir. Repertoire
yang kelima adalah Lagu Tarabang Burung, lagu menyambut atau menyongsong para
roh – roh yang datang. Repertoire yang terakhir yaitu Lagu Burung Mantuk, l;agu
untuk menghantarkan pulang para roh – roh yang telah menghadiri upacara
tersebut.
Tidak jarang dalam upacara Badudus ini banyak orang – orang
yang hadir kesurupan. Setelah selesai Lagu Burung Mantuk dinyanyikan yang
kesurupan tersebut sadar kembali. Fungsi penyanyi terkadang adalah juga sebagai
pawang dan berperan sebagai pemimpin acara.
c) Badudus Pengantin Banjar
Acara Badudus Pengantin Banjar adalah suatu acara adat
masyarakat Banjar yang sampai sekarang ini masih tumbuh dan hidup dalam
masyarakat Banjar. Tempo dulu Badudus merupakan acara penobatan seorang Raja.
Acara ini hanya diselenggarakan oleh keturunan raja – raja saja yakni keturunan
dari raja – raja Kerajaan Negara Dipa dan Kerajaan Daha, dan yang dapat
menghadiri acara tersebut adalah hanya terbatas kepada seluruh keluarga saja.
Setelah tidak ada lagi kerajaan di Tanah Banjar (tahun 1860 ) maka acara ini
bergeser menjadi acara mandi – mandi Pengantin Banjar. Penyelenggaraan Badudus
dilaksanakan oleh kedua pengantin. Dalam acara ini disediakan sesaji 41 macam
kue dan minyak likat buburih yaitu bunga – bungaan yang dimasak dengan minyak
kelapa dan lilin serta ditambah dengan minyak wangi. Acara badudus ini umumnya
dimeriahkan dengan menyuguhkan lagu – lagu Banjar.
Sungguh, nilai – nilai Seni Budaya Nasional sangatlah “
Sugih (kaya) “ karena berakar dan bersumber dari nilai – nilai Seni Budaya
Daerah. Salah satunya adalah dari Tanah Banjar.
II. Nilai Seni Budaya Tanah Banjar tersebut antara lain
adalah musik, tari, sastra dan teater.
1) Seni Musik
Seni Musik Tanah Banjar terdiri dari gamelan Banjar dan musik
tradisional Banjar.
a) Gamelan Banjar
Gamelan Banjar ini dahulunya hidup dan berkembang di keraton
Banjar, namun sekarang ini tidak ada lagi keraton Banjar maka musik ini hidup
di kalangan rakyat Banjar. Gamelan Banjar umumnya sebagai pengiring tarian seperti
wayang gong, wayang kulit dan tarian klasik Banjar.
Perangkat gamelan Banjar yang paling tua adalah sepasang
gamelan Banjar yang bernama “ Simanggu Kacil dan Simanggu Basar “. Gamelan
Simanggu Kacil berada di Museum Nasional Jakarta sedang Simanggu Basar berada
di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru Kalimantan Selatan.
b) Musik Trasional Banjar di antaranya adalah Musik Kentung
dan Musik Panting.
Musik Kentung ( instrument bamboo) ini berasal dari daerah
Kabupaten Banjar yaitu di desa Sungai Alat Kecamatan Astambul dan kampung
Bincau Kecamatan Martapura. Masa dahulu alat musik ini dipertandingkan. Dalam
pertandingan ini bukan saja pada bunyinya, tetapi juga hal-hal yang bersifat
magis, seperti kalau dalam pertandingan itu alat musik ini bisa pecah atau
tidak dapat berbunyi dari kepunyaan lawan bertanding.
Musik kentung termasuk alat musik pentatonis, boleh
dikatakan pula sejenis alat musik perkusi. Karena cara membunyikannya
dihentakkan pada sebuah potongan kayu yang bundar. Alat musik kentung ini berjumlah
7 buah dan masing-masing mempunyai nama, yaitu : Hintalu randah, hintalu
tinggi, tinti pajak,tinti gorok,pindua randah, pindua tinggi dan gorok tuha.
Musik Panding adalah seperangkat alat musik yang terdiri
dari : Babun (gendang), Gong, Biola, suling dan Panting. Panting ini bentuknya
seperti gitar atau gambus tapi bentuknya agak kecil. Musik Panting umumnya
untuk mengiringi lagu – lagu Banjar.
2) Seni Tari Banjar.
Seni Tari Banjar ada beberapa jenis yakni Tari Kelasik
Banjar seperti Tari Baksa Kembang, Baksa Panah, Baksa Lilin, Baksa Dadap, Baksa
Tameng, Radap Rahayu, Tari Topeng Panji, Tari Topeng Sekartaji, Tari Topeng
Kelana dan lain – lain. Tari Tradisional (rakyat) seperti Tari Tirik kuala,
Tirik Lalan, Tari Japin Kuala, Japin Sisit, Tari Kuda Gepang dan Tari Wayang
Gong. Tari Kreasi Baru seperti Mandulang Intan, Tari Semangat Ratu Zaleh,
Maiwak, Ambung Gunung dan lain – lain. Tari Pedalaman adalah tarian yang ada di
daerah pedalaman Kalimantan Selatan ( suku Bukit ) seperti Tari Giring-Giring,
Tari Gelang Bawu, Tari Gintur dan lain – lain
3) Seni Sastra
Seni Sastra di Tanah Banjar ada dua bagian yaitu Sastra
Tutur dan Sastra Non Tutur ( tertulis ).
1) Sastra Tutur seperti Bakisah, Lamut, Madihin dan Mantra.
A) Bakisah
Bakisah umumnya tidak memerlukan naskah. Baik pengantar
kisah atau pun dialog-dialog dibawakan, mengandalkan keterampilan
berimpropisasi. Tema-tema yang diangkat terkadang fiksi tetapi ada juga yang
terjadi dalam masyarakat. Pangisahan manakala melakonkan tokoh-tokoh dalam kisah,
penonton benar-benar larut dalam arus plot dan karakter sang tokoh. Bilamana
adegan sedih, gembira, dendam, humor atau lainnya, penonton larut ke dalamnya.
Banyak sari toladan dari ”kisah” baik mengenai adat
istiadat, etika estetika hidup, pendidikan, keagamaan, patriotisme yang
terkandung dalam kisah. Kalau dibandingkan propertis ( hand dan setting ) dan
lightingnya antara teater monolog, bakisah sangat sederhana dan bersahaja namun
Pangisahan mampu menghidupkan suasana.
Bakisah ada beberapa macam yakni Bapandung, Dundam, Lamut,
Andi-Andi, Madihin dan Mantra.
a)Bapandung
Bapandung lahir di Desa Muara Munign kabupaten Tapin.
Tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita, dimainkan dengan menirukan suara, tingkah
laku seseorang, dan sebagainya.
b)Dundam
Bakisah dengan prosa lirik, berpantun-pantun. Lagunya lebih
dekat dengan lagu mantra. Cerita adalah tokoh legenda orang Dayak (Bukit) dalam
suatu kelompok. Ada hubungan cerita dengan etnis Banjar atau dengan kerajaan
Banjar. Berdundam berada di suatu tempat yang berlampu remang-remang. Media
untuk bercerita adalah sebuah gendang atau tarbang.yang dipukul berirama
mengiring lagu pendundam bercerita.
c)Lamut
Ada yang mengatakan bahwa lamut diambil dari nama seorang
tokoh cerita di dalamnya, yaitu Paman Lamut seorang tokoh yang menjadi panutan,
sesepuh, baik dilingkungan kerajaan atau pun masyarakat seperti halnya Semar
dalam cerita wayang.Cerita dalam Lamut menurut pakem yang ada walau tak
tertulis. Cerita yang dikenal masyarakat Banjar yakni cerita tentang percintaan
antara Kasan Mandi dengan Galuh Putri Jung Masari. Kasan Mandi adalah putera
dari Maharajua Bungsu dari Kerajaan Palinggam Cahaya, sedangkan Galuh Putri
Jung Masari adalah putri dari Indra Bayu, raja dari Mesir Keraton. Kasan Mandi
kawin dengan Galuh Putri Jung Masari melahirkan seorang putra bernama Bujang
Maluala dengan pengikut setianya paman Lamut bersama anak – anaknya yaitu
Anglung, Anggasina dan Labai Buranta.
Lamut befungsi sebagai upacara pengobatan anak yang sakit,
bisa juga berfungsi sebagai tontonan masyarakat. Pelamutan duduk berila dengan
memegang sebuah gendang budar yang dikenal dengan nama tarbang. Pelamut berbaju
Taluk balanga ( Koko ) memakai sarung palekat, berkopiah hitam. Penonton duduk
santai lesehan.
d)Andi-Andi
Berkisah tentang legenda, dongeng dan sebagainya disaat
orang brgotong royong, mengetam padi di sawah. Fungsinya menghibur orang
bekerja. Ceritanya dari syair-syair, tutur candi,dan dongengan.
e) Madihin
Ada yang berpendapat bahwa madihin berasal dari kata madah,
yaitu sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia. Madah merupakan syair yang
mempunyai rima yang sama pada suku akhir kalimat. Madah mengandung puji –
pujian, nasehat atau petuah. Tetapi dalam perkembangannya humor atau lulucuan,
sindiran yang sehat, tak ketinggalan disuguhkan oleh Pamadihinan ( orang yang
membawakan madihin ) sebagai bumbu. Hand Proferti yang digunakan adalah tarbang
yang bentuknya lebih kecil dari Tarbang Lamut.
f) Mantra
Mantra adalah ujar-ujar yang merupakan sumber kekuatan
spritual leluhur pusaka Banjar ( Kalimantan ). Pada hakikatnya adalah suatu
permohonan kepada yang Maha Kuasa yang disampaikan dengan ujaran yang khas dan
dengan gaya bahasa yang khas pula dengan keyakinan yang penuh bagi penggunanya.
2) Sastra Non Tutur ( Tertulis )
Sastra Tertulis ini ada yang dinamakan Syair, Gurindam,
Pantun dan Puisi ( Sajak ).
A) Syair
Salah satu bentuk Sastra Banjar adalah “ Syair “. Seperti
juga syair dikesastraan Indonsia Lama, Sastra Banjar Syair mempunyai bentuk
empat baris setiap baitnya, persajakannya aa-aa dan isinya mengandung hikayat,
sejarah, nasihat, pendidikan, percintaan, keagamaan dan dongeng, dan munculnya
syair setelah adanya pengaruh agama Islam. Tetapi bedanya media yang digunakan
Syair Kesastraan Indonesia Lama, Bahasa Indonesia sedangkan Sastra Banjar
Syair, Bahasa Banjar. Disamping itu banyak syair – syair dalam Sastra Banjar
ditulis oleh pengarangnya dengan menggunakan tulisan Arab. Sayangnya syair-
syair yang ditulis dengan tulisan Arab ini sampai sekarang belum banyak ditulis
dengan tulisan Latin. Akibatnya syair – syair Sastra Banjar ini hanya merupakan
Koleksi Filologika Museum Negeri Kalsel di Banjarbaru.
Beberapa syair Banjar : Syair Sipatul Golam, Syair Ganda
Kasuma, Syair Ringgit, Syair Tajul Muluk, Syair Surat Tarasul, Syair Siti Jabidah,
Syair Indra Bumaya, Syair Khabar Kiamat, Syair Panji Kasmaran, Syair Brahma
Sahdan, Syair Ratu Kuripan “ dan lain – lain.
B) Gurindam
Gurindam adalah syair yang terdiri dari seuntai yang isinya
nasihat, petuah dan lain – lain.
C) Pantun
Masyarakat Banjar tempo dulu (bahari) sangat gemar berpantun
sampai sekarang ini. Yang lebih menggembirakan bukan saja orang – orang tua
tetapi juga kaula muda Tanah Banjar masih tetap menggemari pantun bahkan akan
tetap melestarikannya.
Struktur pantun Banjar seperti halnya pantun Indonesia lama
atau pantun Melayu yang bersetruktur : baris pertama dan kedua adalah sampiran,
baris ketiga dan keempat adalah isi. Jumlah suku katanya baris pertama sama
dengan baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat. Atau jika
terjadi selisih suku katanya tidak lebih dari satu suku kata saja. Atau dari
baris pertama, kedua, ketiga dan keempat sama jumlah suku katanya. Rima
sajaknya (a),(a),(b),(b).
Terkadang pantun Banjar ada yang unik, mirip dengan syair
yakni baris – barisnya hampir tidak dapat dibedakan sampiran dan isi dan rima
sajaknya (a),(a),(a),(a). Yang lebih unik lagi apabila pantun ini merupakan
lirik dari lagu atau nyanyian yakni terjadi pengulangan baris sehingga
menimbulkan bunyi dan irama yang harmonis.
Pantun Banjar ada lima ragam : 1) Ragam Pantun Banjar Biasa
: Seperti Pantun Agama, Pantun Adat Istiadat, Pantun Badatang, Baturai Pantun,
Panglipur, Papujian, Balolocoan, Marista, Pantun Insyaf, Pantun Bacucupatian,
Pantun Urang Anum. 2) Ragam Pantun Banjar Pantun Tarasul 3) Ragam Pantun Banjar
Sebagai Lirik Lagu atau Nyanyian 4) Ragam Pantun Banjar Sebagai Pengiring
Tarian 5) Ragam Pantun Wayahini.
D) Puisi ( Sajak )
Puisi ( Sajak ) termasuk kesastraan baru dan kesastraan
modern.
4) Teater
Teater ada dua : Teater Modern dan Teater Tradisional.
1) Teater Modern : Teater dari daerah/negeri lain.
2) Teater Tradisional Banjar yaitu Teater yang khas daerah
Banjar yakni :
Salah satu teater tradisional Kalsel yang masih bisa
bertahan hidupnya adalah “ Mamanda “. Mengapa demikian ? Sebab cerita dari
Mamanda memang mengasyikkan tak kalah dengan cerita sinetron atau film. Walau
pun tokoh-tokoh dalam Mamanda “ baku “ namun dapat ditambah tokoh-tokoh lain
dengan cerita yang lain, artinya cerita mamanda dapat diciptakan sesuai dengan
perkembangan jaman. Apa lagi durasi pertunjukkan mamanda jang semula semalam
suntuk sekarang disesuaikan dengan permintaan, maksudnya bisa durasinya 3 jam
atau 5 jam. Istemewanyanya Mamanda, bisa dimainkan dengan sebuah naskah yang
utuh seperti terater modern atau hanya dengan mengatur cerita seperti garis
besar cerita, babakan dan plot, sedangkan dialog dikenal dengan istilah
impropisasi. Pemain – pemain Mamanda memang dikenal keahliannya berimpropisasi.
Tokoh-tokoh mamanda yang baku itu adalah Raja, Mangkubumi, Wazir, Perdana
Menteri,Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam, Permaisuri,
Anak Raja ( bisa putri atau Pangeran ). Tokoh-tokoh lain sesuai cerita misalnya
Raja dari Negeri lain, Anak Muda, Perampok,Jin, Belanda, atau nama dari daerah
lain ( Jawa, Cina, Batak, Madura atau lainnya ). Seperti juga di teater modern,
sebelum pertunjukkan dimulai akan dibacakan sinopsisnya, di mamanda dipaparkan
lewat “ Baladon “. Baladon adalah tutur cerita dengan dibawakan berlagu dan gerak
tari. Cerita mamanda bisa berkolaburasi dengan seni tari atau musik. Yakni
setelah kerajaan selesai bersidang maka akan ditampilkan pertunjukkan tari
dengan maksud menghibur raja dengan segenap aparat kerajaan atau ketika
kerajaan menang perang diadakan pertunjukkan hiburan tari atau musik panting.
Asal mula Mamanda adalah Badamuluk ketika rombongan
bangsawan Malaka ( Abdoel Moeloek atau Indra Bangsawan, 1897 M ) yang dipimpin
oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa, menetap di Tanah Banjar beberapa bulan
mengadakan pertunjukkan. Teater ini begitu cepat populer di tengah masyarakat
Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama “
Mamanda “. Mamanda mempunyai pengertian “sapaan” kepada orang yang dihormati
dalam sistem kekerabatan atau kekjluargaan.
Mamanda mempunyai dua aliran. Pertama : Aliran Batang Banyu.
Yang hidup di pesisir sungai daerah Hulu Sungai yaitu di Margasari. Sering juga
disebut Mamanda Periuk. Kedua : Aliran Tubau bermula tahun 1937 M. Aliran ini
hidup di daerah Tubau Rantau. Sering dipentaskan di daerah daratan. Aliran ini
disebut juga Mamanda Batubau. Aliran ini yang berkembang di Tanah Banjar.
Pertunjukkan Mamanda mempunyai nilai budaya Yaitu
pertunjukkan Mamanda disamping merupakan sebagai media hiburan juga berfungsi
sebagai media pendidikan bagi masyarakat Banjar. Cerita yang disajikan baik
tentang sejarah kehidupan, contoh toladan yang baik, kritik sosial atau
sindiran yang bersifat membangun, demokratis, dan nilai-nilai budaya masyarakat
Banjar.
Bermula, Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu orkes
melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan
iringan musik panting dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja,
Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu
Gandut , Lagu Mandung-Mandng, dan Lagu Nasib.
Dari uraian singkat di atas, ada beberapa peninggalan
leluhur ini satu per satu sudah mulai terlupakan dan tenggelam. Masyarakat
Banjar banyak yang tidak mengenal atau tidak tahu lagi pusaka leluhurnya yang
seharusnya perlu dijaga, dilestarikan bahkan dikembangkan. Seperti upacara
Badudus, baturai pantun dalam upacara perkawinan ( Badatang ), Manyanggar
Banua, Bakisah,Tari – tarian terutama tari – tari kelasik seperti tari topeng atau
tarian – tarian yang kental dengan akar budayanya. dan lain – lain,
Meskipun peninggalan leluhur itu masih ada, namun hidupnya
sangat memperihatinkan dan sangat dikhawatirkan bahwa derasnya arus Era
globalisasi dan modernisasi akan mengikis habis pusaka leluhur ini maka perlu
upaya – upaya agar pusaka leluhur itu dapat terus dipertahankan.
Tidak saja seminar, diskusi, kongres budaya, Aruh Sastra,
pelatihan yang terus diselenggarakan tetapi juga Pemerintah daerah, seniman
budayawan, Lembaga Budaya Banjar, Dewan Kesenian dan pihak – pihak yang terkait
lainnya setiap tahun mengadakan festival dan pergelaran seperti atraksi adat
Banjar, festival Pasar Terapung, musik tradisional, teater tradisional, tari –
tarian Banjar, pameran bersejarah, pusaka bertuah, benda budaya serta berbagai
kerajinan Banjar.
Upaya – upaya ini diharapkan dapat menumbuhkan suatu gerakan
masyarakat Banjar pendukung pusaka leluhurnya agar gigih dalam menjaga,
mengembangkan dan melestarikannya secara bertanggung jawab di Tanah Banjar.
Semoga ***
IMPERIALISME BAHASA GAUL
Posted on Januari 12, 2011 by arsyadindradi
Melihat perkembangan bahasa daerah Banjar sangat
memperihatinkan, karena kian hari kian tercemar dan tergeser. Yang lebih
memperihatinkan lagi adalah generasi muda Banjar sudah banyak yang melupakan
bahasa daerahnya, bahkan ada yang tidak tahu sama sekali bahasa daerahnya. Ini
sangat berasalan, bahwa munculnya istilah “ bahasa gaul “.
Bahasa gaul ini lah yang meracuni bahasa daerah Banjar.
Bahasa gaul ini mewabah dalam pergaulan masyarakat Banjar terutama di daerah
perkotaan. Munculnya bahasa gaul ini ke ruang publik secara luas, antara lain
adalah pada siaran – siaran radio swasta terutama Radio Frekwensi Modulasi, dan
televisi swasta menayangkan sinetron maupun acara lainnya memakai bahasa
gaul.Desakan dari bahasa gaul ini ternyata bukan saja dialami oleh bahasa
Banjar, tetapi juga dialami oleh bahasa Indonesia. Bahasa gaul ini sebagian
besar didominasi oleh bahasa Jakarta ( dialek dan logat Betawi ).Sesungguhnya
Negara menghargai dan mempertahankan semua bahasa daerah di Indonesia, namun
pemakaiannya dalam ruang lingkup daerah itu sendiri dan pada ranah budaya.
Pemakaian bahasa pada ruang publik secara luas tentu saja sebagai bahasa resmi
dalam perhubungan pada tingkat nasional seperti pada salah satu fungsi bahasa
Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara yang tercantum pasal 36 Bab
XV UUD 1945. Di Riau, pernah mahasiswa Universitas Riau memperotes pemerintah
dan masyarakatnya agar memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar pada
sisuatsi resmi. Kembali kebahasa Banjar. Agar imperialis bahasa ini jangan
sampai tertanam lebih dalam di banua Banjar, sepatutnyalah kita semua harus
membendung imperialis ini. Pemerintaah daerah, lembaga bahasa, lembaga
kebudayaan Banjar, masyarakat Banjar, lebih – lebih generasi muda Banjar lebih
menanamkan kecintaan terhadap bahasa daerahnya dan bahasa Indonesia seperti
pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928. Semoga.***** Arsyad Indradi