Senin, 20 Desember 2010

BUDAYA BANJAR : AYUN BAPUKUNG

Guring – guring anakku guring
Guringakan dalam pukungan

Anakku nang bungas lagi bauntung

Hidup baiman mati baiman


Lirik di atas didendangkan manakala ibu-ibu masyarakat Banjar sedang menidurkan anak. Jika anaknya posisi berbaring lirik “pukungan“ dapat diganti dengan “ayunan“.
Yang lebih menarik adalah menidurkan anak ini sang ibu sambil bernyanyi dengan suara merdu berayun-ayun atau mendayu-dayu.
Isi lirik ini, puji-pujian pada anaknya yang ”bungas langkar ” dan doa agar anaknya kelak kuat imannya dalam agama sampai akhir hayatnya.
Kalau tidak berupa syair atau pantun, sang ibu membaca salawat rasul atau ayat – ayat suci Al Qur’an.
Seandainya anaknya masih rewel tidak juga mau tidur, biasanya sang ibu berkata : His ! cacak ! anakku jangan diganggu inya sudah guring ( His! Cecak anakku jangan diganggu dia sudah tidur ).
Bapukung adalah menidurkan anak dengan cara sang anak didudukan dalam ayunan dibalut dengan kain tapih sebatas leher.
Ayunan untuk ”guring bapukung” tak bedanya dengan ayunan dengan posisi dibaringkan yaitu terbuat dari tapih bahalai atau kain kuning dengan ujung –ujungnya diikat dengan tali haduk ( ijuk ). Ayunan ini biasanya digantungkan pada palang plapon di ruang tengah rumah. Pada tali tersebut biasanya diikatkan Yasin, daun jariangau, kacang parang, katupat guntur, dengan maksud dan tujuan sebagai penangkal hantu – hantu atau penyakit yang mengganggu bayi. Menidurkan anak dengan bapukung biasanya lebih cepat tertidur dari pada mengayun posisi berbaring.
Maayun anak ini terkadang diadakan pada acara Mauludan yakni tanggal 12 Rabiul Awwal. Dengan maksud agar mendapat berkah kelahiran Nabi Muhammad SAW
Pada perke
mbangannya, maayun anak ini menjadi sebuah tradisi budaya yang setiap tahun digelar dengan istilah “ Baayun Maulud” Baayun Maulud ini sungguh berisi pesan-pesan religiusitas, filosofis dan local wisdom ( kearifan local ).
Baayun Maulud ini setiap tanggal 12 Rabiul Awwal yakni menyambut dan memperingati Maulud Rasul, oleh masyarakat Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara selalu mengadakan upacara Baayun Anak atau Baayun Maulud. Tradisi budaya ini mulai popular sejak tahun 1990-an.
Juga, Baayun Anak ini adalah salah satu agenda tahunan bagi Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru Kalimantan Selatan. Yang lebih unik lagi pesta Baayun Anak ini bukan hanya baayun anak tetapi pesertanya juga baayun nenek dan kakek. Mereka sengaja ikut baayun karena nazar. Nazar ini karena sudah tercapai niat atau terkabul hajat seperti sudah naik haji, mendapat rejeki yang banyak atau untuk maksud agar penyakitnya hilang atau juga panjang umur.
Pada realitas masyarakat banjar, tradisi baayun anak sekarang ini berangsur-angsur mulai ditinggalkan atau dilupakan terutama diperkotaan karena arus globalisasi yang semakin dahsyad.
Diharapkan Lembaga Budaya Banjar (LBB) Kalsel, Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar dan Dewan Kesenia maupun intansi terkait dapat membendung arus globalisasi tersebut sehingga Adat Istiadat dan Seni Budaya Banjar tetap lestari di tanah Banjar ini, Semoga.*** Arsyad Indradi (Pengamat Seni Budaya,Penyair)

Kamis, 16 Desember 2010

Topeng,Karawitan dan Wayang Kulit Barikin

Oleh : Arsyad Indradi

Di tanah Banjar (Kalimantan Selatan) banyak punya tarian klasik seperti tari Radap Rahayu, Baksa Kembang,Baksa Dadap,Baksa Lilin, Baksa Panah dan lain-lain. Tarian ini hidup subur dalam keraton Kerajaan Banjar sejak berdirinya kerajaan Banjar pada tanggal 24 September 1526 ( M. Idwar Saleh,1981/1982) sampai berakhirnya perang Banjar yakni berakhirnya pemerintahan Pegustian sebagai penerus kerajaan Banjar tahun 1905 (Ideham, dkk. editor, 2003). Tarian ini masing-masing mempunyai fungsinya, misalnya Tari Radap Rahayu berfungsi dalam acara sakral yaitu menapungtawari penobatan raja atau pembesar kerajaan dan Tari Baksa Kembang untuk penyambutan tamu agung dari kerajaan lain. Setelah berakhirnya kerajaan lambat laun tarian-tarian ini mulai tenggelam dan yang masih betahan hidup adalah Tari Radap Rahayu dan Baksa Kembang di tanah Banjar.
Di samping tarian klasik .seperti tersebut di atas, sesungguhnya ada tarian klasik yang lebih tua yaitu Tari Topeng. Tari Topeng ini tetap lestari di sebuah Desa bernama Barikin dalam wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah, sejak zaman dahulu sampai sekarang, turun-temurun dan mandiri. Tokoh penari topeng ini adalah “Mastaliah” bersama anak cucu asuhannya.
Menurut A.W.Syarbaini salah satu juriat Barikin yang juga sebagai pimpinan Sanggar Seni Tradisional Ading Bastari Barikin bahwa karawitan sudah ada di desa barikin sejak tahun 1410 yang dibawa oleh seorang Datu bergelar “Datu Taruna”, tari topeng sekitar tahun 1425 dan wayang kulit sekitar 1438.
Topeng Barikin ini juga ada beberapa jenis,lagu pengiring dan fungsinya. Ada yang berfungsi untuk memberi selamat dalam acara sakral “Manyanggar Banua”, dalam acara hajatan dan juga pagelaran berupa hiburan baik dalam perayaan hari-hari besar nasional,daerah mau pun acara perkawinan.
Jenis Tari Topeng Barikin dan lagu pengiringnya ini adalah 1).Panambi lagunya panambi 2).Pamindu lagunya pamindu 3).Gunung Sari lagunya gunung sari 4).Patih lagunya patih 5).Timanggung lagunya timanggung 6).Panji lagunya wani wani, dan 7).Lambang sari lagunya lambang sari. Pengiring tarian ini diiring tetabuhan seperangkat karawitan.
Seiring dengan tarian-tarian Topeng ini, karawitan Barikin ini berfungsi juga sebagai pengiring pertunjukan wayang kulit.. Tahun 1820 dikenal dengan K.Dalang “Kitut”. Setelah K.Dalang Kitut meninggal digantikan oleh putranya K.Dalang Tulur. Dalang ini sangat termashur dari tahun1950 sampai dengan tahun 1975.. Kemudian ditahun 1975 itu bertumbuhan dalang2 Barikin seperti Dalang Alili, Dalang Tuganal,.Dalang Didi dan dalang remaja seperti Dalang Dimansyah, Dalang Rahmadi, Dalang A.W.Syarbaini, dan Dalang Saderi yang sekarang bersama Group Wayang “Panji Sukma” Sanggar Ading Bastari, melanglang buana di Pulau Kalimantan sampai ke luar Pulau Kalimantan.
Pada acara Penobatan Raja Muda dan Penganugerahan Gelar Pangeran, 10-12 Desember 2010, di Martapura, Sanggar Ading Bastari mendapat kehormatan oleh Pangeran Haji Khairul Saleh menggelar Seni Budaya Banjar baik Badudus, Bajapin, Musik Panting, Tari Topeng dan Wayang Kulit.
Sungguh patut dan memang itu seharusnya, adat istiadat dan Seni Budaya Banjar terus dilestarikan dengan kerja nyata bukan hanya sekedar semboyan atau omongan belaka atau diperlukan manakala ada kepentingan lain atau hanya sesaat.*** Semoga.


Senin, 13 Desember 2010

Memangku Adat, menjemput Zaman

Mambangkit Batang Tarandam

Tarandam batang tarandam
Timbul tinggalam diarus banyu
Hilang jua di mata
Hilang jua di hati
Ingat kada jua diingat

Tarandam lawas tarandam
Tarandam lawas diarus banyu
Bangkitakanlah jua batang tarandam lawas
Pusaka paninggalan urang bahari

Mambangkit batang tarandam lawas tarandam
Pusaka bahari nang lawar pang tarandam
Tabangkit jua batang tarandam tabangkit
Barakat kita gawi sabumi

bbaru, 93


Indonesianya :

Mengangkat Batang Terendam

Terendam batang terendam
Timbul tenggelam di arus sungai
Hilang juga di mata
Hilang juga di hati
Ingat tiada juga diingat

Terendamn lama terendam
Terendam lama di arus sungai
Bangkitkanlah juga batang terendam lama
Pusaka peninggalan orang bahari

Mengangkat batang terendam lama terendam
Pusaka bahari yang lama sekali terendam
Terangkat juga batang terendam terangkat
Berkat gawi bergotongroyong

Banjarbaru, 93


Beta empunya diri, Pangeran Arsyad Indradi raja di kerajaan Hati nurani.Kerajaan ini kami bangun dengan hasil keringat kami sendiri,dan pantang dibantu oleh sesiapa termasuk Indonesia. Sebab bantuan ini hanya tipu muslihat sahaja.Kami telah bangkit bersama rakyat kami membangun kembali kerajaan kami setelah ratusan tahun hancur dijajah oleh setan2,dedemit2. Harta pusaka kami dijarah,adat istiadat dan seni budaya kami diinjak-injak.Di kerajaan kami, hukum dan perundangan-undangan kami tegakkan bersama rakyat kami,jangan harap koruptor, penipu kerajaan dan penipu rakyat kami, bisa lolos manis. Seluruh sektor kehidupan di kerajaan kami bangun.Agama, pendidikan dan ekonomi adalah tiga pilar utama.Kami dengan santun menolak kaum kapitalis,. imprealis dan sejenis lainnya masuk ke kerajaan kami,sebab kami punya SDM yang handal.Kami bangun kembali SDA kami yang musnah. Sesungguhnya ingin banyak yang akan kami utarakan pada tuan2,tapi tidak, nanti kami akan menganggap tuan2 adalah kaum yang bebal.***

Senin, 06 Desember 2010

RUMAH BANJAR KOLONI KELELAWAR

Oleh: HE. Benyamine

Mengunjungi anjungan rumah Banjar di Taman Mini Indonesia Indah, seakan sedang menyaksikan istana kelelawar. Meski sudah pernah mendapatkan informasi tentang rumah Banjar yang di huni kelelawar dalam pemberitaan, ternyata melihat langsung memberikan sensasi tersendiri, dan sekaligus terbesit pertanyaan mengapa hal seperti ini dapat terjadi pada anjungan yang keberadaannya untuk memperkenalkan Kalimantan Selatan dengan bentuk bangunan salah satu rumah adat Banjar tersebut. Malah, nampak terlihat berserakannya kotoran kelelawar, yang menandakan telah terjadi koloni terhadap tempat itu, sebagaimana terjadinya koloni terhadap Kalsel oleh perusahaan pertambangan dan perkebunan.

Menurut pemerintah provinsi, berbagai cara sudah dilakukan untuk mengusir kelelawar dari anjungan Kalsel, namun hasilnya tidak menggembirakan dan belum berhasil, bahkan dengan cara gaib juga sudah pernah dicoba. Rumah Banjar di Ibukota itu seakan telah mengatakan kepada orang-orang yang tertahan dari jauh untuk membatalkan niatnya mengujungi tempat itu, karena koloni kelelawar telah memberikan pesan siapa yang berkuasa atas anjungan tersebut, dan juga memberikan gambaran tentang tiadanya perawatan atas bangunan serta melupakan untuk apa anjungan itu dibangun.

Ada yang berkelakar, kelelawar di anjungan Kalsel merupakan bentuk unjuk rasa kelelawar karena gunung-gunung, lembah, dan bukit-bukit yang menjadi tempat tinggal mereka telah diobrak-abrik pertambangan dan perambahan hutan, sehingga kelelawar memilih untuk pindah ke anjungan Kalsel agar dapat dilihat orang luar tentang kerusakan alam. Kelakar seperti ini memang sering terdengar pada saat lagi mawarung, yang tentu saja untuk bahan tertawaan.
Pengelola anjungan Kalsel sudah berupaya dengan memasang lampu sorot dari sudut rumah mengarah ke atap bubungan tinggi, naman hal ini ternyata tidak membuat kelelawar meninggalkan anjungan. Orang yang berkunjung dan mengetahui maksud diletakkannya lampu sorot tersebut, malah membayangkan bagaimana warga dalam film Batman meminta bantuan kepada Batman, sehingga hal itu menjadi lelucon tersendiri yang mengatakan bahwa wajar saja kelelawarnya tidak mau pindah dikiranya panggilan sebagaimana lampu sorot untuk panggilan Batman.

Bahkan, Arsyad Indradi menyatakan sanggup (serius atau bercanda beliau yang tahu) untuk mengusir kelelawar yang ada di anjungan Kalsel tersebut, jika dia diminta untuk mengatasinya. Si penyair gila tersebut bersedia untuk tinggal di sana untuk sementara hingga kelelawar minggat dari anjungan dengan disediakan fasilitas yang dibutuhkan. Menurutnya kelelawar tersebut hanya memanfaatkan tempat yang sepi dan tidak terurus, sehingga yang dibutuhkan adalah adanya aktivitas dari pengelola anjungan tersebut. Dengan melakukan berbagai aktivitas pada siang hari, dengan berbagai bentuk pagelaran kesenian, khususnya yang tradisional, untuk sekaligus memberikan panggung bagi pertunjukkan kesenian tradisional. Atau, setiap hari diperdengarkan lagu-lagu Banjar dan jenis kesenian lainya dalam bentuk audio untuk mengganggu tidur kelelawar. Bisa juga melaksanakan ritual bagandang nyiru, dengan tujuan membuat kegaduhan dan gangguan terhadap tidur kelelawar.

Dengan Kelelawar yang menghuni anjungan Kalsel merupakan suatu tanda bahwa anjungan tersebut terlantar, menjadi tempat yang sepi, dan tiadanya aktivitas yang menandakan adanya penghuni tempat tersebut. Menurut Sirajul Huda sebagaimana yang dituturkannya, dulu saat anjungan Kalsel itu banyak aktivitas; dengan berbagai pergelaran dan pertunjukkan, tidak ada kelelawar. Kelelawar menempati anjungan Kalsel setelah aktivitas yang biasanya dilaksanakan sudah mulai tidak terlihat, sehingga anjungan menjadi tempat yang sepi pada siang hari yang memberikan suasana bagi kelelawar tidak terganggu dan merasa sebagai rumahnya sendiri. Apalagi, anjungan Kalsel yang dipasang plafon sehingga memberikan ruang kosong gelap pada bubungan tingginya; yang cocok untuk sarang kelelawar, lebih baik dibongkar dan diganti dengan plafon yang langsung menempel pada rangka bubungan tinggi.

Kelelawar akan merasa terganggu jika anjungan Kalsel itu terus melaksanakan berbagai aktivitas pada siang hari, terutama pergelaran dan pertunjukkan kesenian tradisional, yang mana sekaligus untuk memberikan panggung bagi penggiat kesenian tradisional. Dengan mendatangkan para penggiat kesenian tradisional dari Kalsel untuk pentas di anjungan Kalsel, tentu tempat itu tidak lagi seperti gua Batuhapu yang sepi pada malam hari, tetapi akan menjadi gaduh pada malam hari untuk latihan dan aktivitas siang hari untuk penampilan. Para penggiat kesenian tradisional Kalsel yang berdomisili di Jakarta juga dapat diminta dan difasilitasi untuk melakukan pegelaran kesenian, sehingga anjungan Kalsel tiada hari dengan sepi.

Para penggiat kesenian tradisional dari Kalsel yang mendapatkan kesempatan dan fasilitas untuk tampil di anjungan Kalsel, kemungkinan besar mereka bersedia menginap di anjungan tersebut sebagai bagian persiapan untuk pementasannya. Ketersedian MCK anjungan perlu diperhatikan, agar layak untuk menjadi tempat menginap bagi rombongan kesenian. Dengan kehadiran tim kesenian yang datang silih berganti, anjungan Kalsel tidak lagi menjadi tempat sepi dan tidak terawat. Anjungan Kalsel merupakan satu di antara anjungan daerah lainnya, yang mudah bagi para pengunjung Taman Mini Indonesia Indah membandingkan antara anjungan, sehingga sangat jelas perbedaan antara anjungan yang terawat dan ada aktivitasnya dengan yang terlantar, apalagi dengan cengkraman koloni kelelawar yang melempar tahi ke muka Kalsel.

Untuk pementasan atau pergelaran kesenian tradisional di anjungan Kalsel, para anggota dewan (11 anggota DPR dan 4 anggota DPD) dapat diketok pintu hatinya untuk menunjukkan kepedulian pada anjungan Rumah Banjar itu dengan memfasilitasi para rombongan kesenian tradisional setiap bulan sekali dari rombongan yang berbeda-beda untuk dapat pentas, setidaknya satu wakil rakyat satu pertunjukkan. Dengan cara yang lain juga dapat mereka lakukan, setidaknya para wakil rakyat itu malu dengan keadaan anjungan Kalsel yang mana keberadaannya di tempat mereka berdomisili saat ini. Sedangkan figur Menteri Lingkungan Hidup yang berasal dari Kalsel, mungkin juga merasakan malu atas koloni kelelawar pada anjungan Rumah Banjar, yang seperti pesan bagaimana kondisi Kalsel yang mengalami kerusakan alam dan lingkungan hidup; seakan kelelawar bagian korban yang mengungsi ke anjungan Kalsel tersebut.

Jadi, koloni kelelawar terhadap anjungan Rumah Banjar terjadi karena tempat itu kehilangan aktivitasnya, sehingga lebih sering dalam suasana sepi yang memberikan ketenangan pada kelelawar untuk melewatkan siang hari. Pemerintah provinsi harus bertindak cepat dan segera, karena anjungan Kalsel merupakan identitas yang ditampilkan di Ibukota, yang tentunya tidak ingin menjadi gambaran bagaimana tanah Banjar terlihat seperti sedang mengalami masa koloni yang nampak diperlihatkan kelelawar di anjungan Rumah Banjar, dan pihak yang berwenang terlihat tidak dapat berbuat apa-apa sehingga rumah identitasnya dipenuhi dengan berserakannya tahi kelelawar.

(Radar Banjarmasin, 6 Desember 2010: 3)