Oleh: HE. Benyamine
Keberadaan wujud seni budaya di tanah Banjar antara ada
dan tiada, menurut penuturan yang sering terdengar ada tetapi sudah tidak eksis
lagi dalam wujudnya, seperti tenggelam namun masih kelihatan riak-riaknya,
beberapa kalangan menyebut hal ini sebagai diistilahkan dengan
sebutan batang tarandam. Usaha untuk melestarikannya digemakan
dengan sebutan maangkat batang tarandam. Keprihatinan demi keprihatinan
atas tenggelamnya seni budaya Banjar sering terlontar di sembarang tempat, yang
keras terdengar hanya seperti suara pinggiran, dan sesekali mengisi
pidato-pidato elit kekuasaan.
Keprihatinan dan keterpanggilan dalam seni budaya Banjar
yang terus mengalami keterpinggiran dapat dilihat dari apa yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang, sekecil apapun yang dilakukannya, akan
mempunyai makna yang sangat berarti dalam pelestarian seni budaya Banjar
tersebut, bahkan hal itu lebih kepada menghidupkannya kembali dalam ruang pikir
dan ruang hiburan masyarakat di mana seni budaya itu hidup dan berkembang
dulunya. Upaya yang demikian terlihat dari kegiatan yang digagas Sainul
Hermawan dengan Lamut Masuk Sekolah, sebagai contoh yang saat ini terlihat
sebagai keteguhan atas ketidakpedulian yang massif. Hal yang sejajar terlihat
juga dari karya Arsyad Indradi dalam Burinik (Kumpulan Puisi Bahasa Banjar
dengan Bahasa Indonesia-nya) terbitan KSSB Banjarbaru 2011, yang
menampilkan berbagai bentuk adat tradisi dan mitos dalam bentuk puisi bahasa
Banjar dengan terjemahan bahasa Indonesia.
Dalam Burinik, Arsyad Indradi seperti
ingin menegaskan bahwa banyak seni budaya Banjar yang tidak diperhatikan,
bahkan generasi belakangan sudah banyak yang tidak mengetahui lagi apa itu
Lamut, Badudus, Baahuy, Mamanda, dan lainnya. Sebagaimana digambarkannya pada setiap akhir puisi, seperti
dalam Badudus
(penganten)
dengan ungkapan, “Mudahan diingat turuntimurun kahada jua talupaakan”.
Juga mengenai mitos dan cerita-cerita yang berhubungan dengan lingkungan dan
alam sekitarnya, seperti dalam puisi Saekong Bekantan Bini yang ditamsilkan
sebagai “Sosok ibu yang teramat ibu”.
Melalui
puisi-puisi dalam bahasa Banjar dengan terjemahan bahasa Indonesia, Arsyad
Indradi yang dikenal sebagai Penyair Gila, berusaha maangkat batang tarandam
dengan upaya memindahkan sastra lisan ke sastra tulisan, karena saat ini sudah
mulai ada perubahan dalam sastra lisan tersebut menjadi sastra dalam bentuk
tulisan. Bahkan sebagian puisi-puisi dalam Burinik sengaja diberi notasi musik,
yang merupakan suatu pengalaman dengan kerinduan urang Banjar pada dendang
syair yang juga semakin tidak terdengar lagi. Dengan adanya notasi musik pada
puisi-puisi tersebut membuka peluang puisi menjadi hiburan bagi yang
mendengarnya, yang mendekatkan puisi pada telinga yang lebih mudah menerima
sastra lisan. Salah satu puisi yang ada notasi musiknya adalah Maangkat Batang
Tarandam yang lebih pada puisi penyemangat untuk bersama-sama menghidupkan seni
budaya Banjar, sekecil apapun itu.
Dengan
menyelipkan terjemahan dalam bahasa Indonesia, kumpulan puisi bahasa Banjar
Burinik ini, secara langsung diharapkan dapat membantu pembaca yang bukan
bahasa ibunya Banjar, sehingga dapat lebih menjangkau pembaca yang lebih luas.
Hal ini merupakan suatu peluang bagi orang luar dalam mengenal seni budaya
Banjar, yang dapat mendorong rasa ingin tahu dan perasaan yang lebih jauh dalam
membayangkan pola pikir orang Banjar. Karena melalui puisi-puisi ini sebagian
adat istiadat dan mitos di masyarakat Banjar tergambarkan dengan jelas, yang
selama ini lebih banyak terdengar dari penuturan lisan.
Seperti Lamut, yang hingga saat ini belum ada cerita yang
dilisankan Palamutan dalam bentuk tulisan atau buku sebagaimana naskah I La
Galigo, yang oleh Arsyad Indradi dicoba diketengahkan dalam penggalan cerita
dalam puisi Buah Sukma Biduri tentang istri Raden Kasan Mandi yang lagi
mengidam, dengan akhir puisi yang menyatakan keprihatinan, “Tarbang
mengalunngalun semakin ke ujung semakin menghilang/ … /Aku sudah tua/Aku
seoranganlah yang tertinggal tiada siapasiapa lagi/Jika tiada yang meneruskan
lamut bagaimana nasib senibudaya Banjar”. Hal ini begitu sejalan
dengan keprihatinan Sainul Hermawan tentang Lamut yang menjadikannya tertarik
untuk bahan desertasinya. Jika memperhatikan cerita dan segi naskah sungguh
panjang dan menarik untuk diteliti, karena dari cerita-cerita tersebut ada hal
yang tersembunyi dan dapat menjadi petunjuk tentang perjalanan panjang penghuni
tanah Banjar ini.
Di sini
menjadi penting untuk mengupayakan berbagai sastra lisan ke dalam bentuk bahan
bacaan, yang sebagiannya sudah mulai diperlihatkan Arsyad Indradi dan beberapa
tokoh lainnya, yang cenderung sebagai suatu bentuk keprihatinan dan
ketertarikan sendiri-sendiri saja. Sudah seharusnya hal ini diarahkan
menjadi kesadaran bersama-sama, dan tentunya harus dilakukan secara terencana
untuk mendokumentasikan semua sastra lisan, sehingga generasi belakangan dapat
menemukannya dalam perubahan budaya baca yang semakin meningkat saat ini dan
yang akan datang.
Jadi, melalui Kumpulan Puisi Bahasa Banjar Burinik sebenarnya
Arsyad Indradi ingin mengingatkan bahwa yang dimaksud batang tarandam
benar-benar ada, namun masih terlihat sebagai burinik-burinik, dan masih
merupakan cerita mulut ke mulut, belum dapat menunjukkan bahwa yang terendam
itu benar-benar seni budaya Banjar yang dimaksud. Di samping itu, sebagian
pihak masih disibukkan dengan burinik (riak), tanpa ada kepedulian yang
sungguh-sungguh untuk menyelam dan melihat langsung asal burinik
tersebut dan meangkatnya ke permukaan sebagai sesuatu seni budaya yang dapat
lestari dan menghibur tentunya. Mungkin pada suatu saat, kita dapat melihat
Arsyad Indradi mendendangkan puisi-puisi yang berisi seni budaya tersebut dalam
suatu tampilan, atau beliau dapat mengadaptasi Lamut dengan isi cerita berasal
dari puisi-puisi tersebut. Burinik, burinik, burinik … tentu ada sesuatu
di dasarnya.
1 komentar:
mantabz...burinik nitu mun bakantut d dalam banyu naah itu biasany ada burinikny, menanda akan masih hidup tahh...kayatu jua wan budaya kita, mun msh ada burinikny baarti ada aj biar sanin kamis...
Posting Komentar