Jumat, 22 Oktober 2010

MEMBANGUN KERATON BANJAR



Oleh: HE. Benyamine

Pembangunan Keraton Banjar dengan menggunakan uang rakyat adalah suatu bentuk pengakuan adanya perubahan pandangan terhadap keberadaan Keraton Banjar sebagai sebuah identitas kekuasaan sultan sebagaimana pada zaman dulu, yang mengarah pada siapa sekarang yang memegang kekuasaan sebagai sultannya yang merupakan pilihan rakyat. Pembangunan keraton Banjar memang dapat melengkapi daya hidup dalam pelestarian budaya Banjar, dengan pandangan baru terhadap kekuasaan yang dulunya dipegang sultan dan adanya kesepakatan baru tentang pewarisan “tahta” kesultanannya.
Dalam pelestarian budaya Banjar sebenarnya karena adanya integrasi dan sinergi yang bergerak maju dari ketiga pilar yang dinyatakan Taufik Arbain sebagai hanya ada tiga pilar pendukung, yaitu: (1) nilai-nilai budaya yang berkembang di masyarakat, (2) aktivitas yang dilakukan pemangku adat, budaya, seniman dan pemerhati budaya, dan (3) penyediaan fasilitas oleh pemerintah (Radar Banjarmasin, 2 Oktober 2010: 9/14). Namun pilar pemerintah daerah terlalu sederhana dan bahkan meremehkan jika hanya dinyatakan penyedia fasilitas, yang mengesankan hanya sebagai pelengkap tanpa campur tangan lebih jauh. Padahal keberadaan pemerintah daerah dapat diartikan sebagai kekuasaan pada zaman sultan dulu. Sehingga ketiga pilar tersebut sebagai realitas sekarang adalah nilai budaya Banjar, masyarakat, dan pemerintah.
Menurut Taufik Arbain bahwa ketiga pilar tersebut belum cukup kuat menopang pelestarian budaya Banjar, sehingga perlu ditambah pilar keempat yaitu Keraton Banjar. Penambahan pilar keempat ini, jika memperhatikan ketiga pilar di atas sebenarnya tidak perlu sebagai pilar keempat, tapi hanya sebagai hasil keputusan dari ketiga pilar tersebut sebagai bangunan pendukung. Karena, jika Keraton Banjar yang akan dibangun dengan uang rakyat dianggap sebagai pilar keempat yang berarti adanya pelekatan kekuasaan terhadap keberadaannya sebagai penopang pelestarian budaya Banjar cenderung mengarah pada pengebirian ketiga pilar yang sebenarnya merupakan pondasi lestarinya budaya Banjar seterusnya. Jadi, tidak perlu ada pilar keempat tersebut, karena tidak lebih dari fasilitas bagi berintegrasi dan bersinerginya ketiga pilar; nilai budaya, masyarakat, dan pemerintah.
Menyatakan Kerator Banjar yang akan dibangun dengan uang rakyat sebagai pilar keempat, yang jika dipahami sebagai simbol kekuasaan sultan sebagaimana zaman dulu, maka tidak salah jika ada yang mengaitkan dan menghubungkan dengan politik. Mereka yang menyatakan atau berpikir keberadaan Keraton Banjar dengan politik dan jalan perebutan kekuasaan tidak berlebihan, tapi hal itu adalah sesuatu yang wajar dan lumrah adanya. Kecuali pembangunan Keraton Banjar dengan uang rakyat diletakkan sebagai bangunan yang dilekatkan pada kekuasaan sekarang (gubernur sebagai sultan), sebagai hasil yang merupakan sinergi dan integrasi dari ketiga pilar; nilai budaya, masyarakat termasuk di dalamnya keturunan darah sultan, dan pemerintah.
Keberadaan Keraton Banjar dapat menunjukkan integritas kebudayaan jika dipandang dengan pandangan realitas sosial saat sekarang. Keberadaan Keraton Jogja dan Solo saat ini juga sudah terus mengarah pada integritas kebudayaan yang mengacu pada realitas sekarang. Menjadikan Keraton Jogja dan Sola sebagai contoh bahwa di era globalisasi sekarang masyarakat masih mendukung penuh adanya kerajaan, kurang tepat dijadikan sebagai pembanding dengan Keraton Banjar (rencana), karena kedua keraton di Jawa tersebut terus hidup dan masih meninggalkan berbagai aset kesultanan hingga sekarang. Sebenarnya, Keraton Jogja dapat dijadikan model mengintegrasikan kekuasaan antara sultan sebagai simbol budaya dengan gubernur (terpilih), yang diangkat setelah yang bersangkutan terpilih sebagai gubernur sehingga tidak melekatkan perdebatan politis atas keberadaan Keraton Banjar.
Jadi, dalam rangka melestarikan budaya Banjar dengan mengupayakan pembangunan Keraton Banjar dari uang rakyat harus dipandang sebagai keputusan yang mengacu pada realitas kekuasaan sekarang. Hal ini tidak mengesampingkan keturunan (darah) kesultanan, karena seluruh masyarakat Kalsel merupakan pewaris dari budaya Banjar yang sah bagaimanapun bentuk kekuasaannya. Pembangunan Keraton Banjar sangat penting untuk pelestarian budaya Banjar, sebagai simbol kekuasaan dalam wujud baru dengan pandangan baru dalam pemaknaannya yang dapat dibanggakan seluruh masyarakat Kalsel. Keraton Banjar yang dibangun dari uang rakyat seharusnya dipandang sebagai simbol kekuasaan rakyat Banjar sekarang, bukan lagi bagian dari kekuasaan masa lalu, sehingga budaya Banjar terus mengalami perkembangan yang dinamis dan maju.

(Radar Banjarmasin, 5 Oktober 2010: 3)

Tidak ada komentar: