Jumat, 22 Oktober 2010

"SULTAN" RUDY ARIFFIN

Oleh: HE. Benyamine

Dalam upaya melestarikan budaya Banjar perlu adanya perhatian semua kalangan, menjadi suatu gerakan bersama masyarakat tanah Banjar (Kalimantan Selatan), yang pada tujuannya untuk kebanggaan bersama. Upaya pelestarian tersebut tidak mengikatkan pada (menghidupkan) kerajaan Banjar yang sudah menjadi bagian dari sejarah perjalanan banua ini, yang tentunya tidak mengacu pada garis keturunan ataupun kekerabatan tertentu, tapi menjadi kepentingan bersama yang dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan atas budaya Banjar yang memang mempunyai nilai, norma, dan daya cipta serta karya yang masih hidup hingga sekarang.
Pelestarian budaya Banjar tidak untuk mengingatkan pada perseteruan di dalam kerajaan Banjar pada masanya yang melibatkan berbagai pihak dalam perebutan kekuasaan, yang sebagian anggota keluarga kerajaan ada yang dibuang ke beberapa tempat sebagai bagian yang dikalahkan dan sebagian yang lain bertahta untuk selanjutnya berakhir. Kerajaan Banjar telah menjadi sejarah yang memang seharusnya terus dipelajari dan digali tentang keberadaannya untuk dijadikan pelajaran dan pengajaran tentang kehadiran suatu kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu dijalankan di tanah Banjar. Sehingga, dalam konteks pelestarian budaya perlu dikembangkan tunggak baru yang menjadi pandangan bersama yang bisa dirumuskan oleh pemuka masyarakat yang dibantu para ahli dari berbagai bidang atas dasar kesamaan dan kebersamaan sebagai pewaris budaya Banjar.
Berbagai alternatif dalam upaya pelestarian budaya Banjar perlu didengar dan diperhatikan, seperti pembangunan Taman Budaya Banjar pada suatu lokasi (yang perlu dibicarakan kembali), yang di dalam area taman tersebut dibangun semua tipe rumah Banjar termasuk sebuah istana untuk sultan dan sebuah istana untuk pengeran muda. Begitu juga dengan beragam tumbuhan khas kalimantan harus menjadi bagian dari taman tersebut, yang sekaligus sebagai tempat pelestarian tumbuhan tersebut. Taman Budaya Banjar ini dapat menjadi tempat rekreasi dan darwawisata sekaligus untuk kepentingan pendidikan.
Keberadaan Sultan dan Pangeran Muda sebagai simbol yang tidak terikat dengan garis keturunan darah, yang akan menempati istana yang ada di dalam Taman Budaya Banjar sebagai tempat kegiatan budaya sekaligus tempat peristirahatan, perlu dikedapankan untuk menegaskan tidak ada peluang kepentingan politik tertentu, sehingga penetapannya harus berdasarkan keputusan politik perwakilan rakyat berdasarkan pertimbangan dari berbagai pemuka/tokoh masyarakat yang dibantu ahli dari berbagai bidang dalam hal budayanya.
Untuk menghilangkan kecurigaan atas pelantikan sebagai Sultan dan Pangeran Muda yang dapat dijadikan jalan perebutan kekuasaan, maka siapapun yang terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur secara otomatis diangkat menjadi Sultan dan Pangeran Muda hingga periode kekuasaannya berakhir, dan jika mencalonkan kembali harus melepaskan status sultan dan pangeran mudanya. Sehingga penetapan sultan atau pangeran muda tidak dilakukan sebelum yang bersangkutan berada di puncak kekuasaan yang bisa mengatasnamakan daerah (banua). Di sini, keberadaan sultan dan pangeran muda hanya simbol, yang kebetulan dilekatkan pada orang yang berkuasa sebagaimana sultan pada masanya sebagai penguasa, tetapi status simbol ini berpindah seiring dengan berpindahnya kekuasaan.
Penetapan Sultan dan Pangeran Muda sebagai simbol pemangku pelestarian budaya Banjar kepada gubernur dan wakil gubernur terpilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan adalah perwujudan kehendak rakyat (banua) dalam upaya pelestarian budaya Banjar. Sedangkan para bupati/walikota terpilih beserta wakilnya juga bisa ditentukan simbol kekuasaannya di daerah masing-masing, yang merupakan bagian dari simbol kesultanan, sehingga masing-masing dari mereka juga menempati satu rumah Banjar sesuai kedudukannya di Taman Budaya Banjar.
Berbagai pertujukan dan pergelaran budaya dapat dilaksanakan di Taman Budaya Banjar, begitu juga musyawarah pemangku kepentingan budaya Banjar untuk menentukan strategi pelestarian budaya Banjar. Dengan ditetapkannya gubernur dan wakil gubernur sebagai Sultan dan Pangeran Muda, sebagai tokoh yang sedang memegang kekuasaan, diharapkan dapat memperhatikan gerak budaya dan daya hidup budaya Banjar sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan masyarakat yang terus mengalami dinamika dengan budaya lainnya.
Jadi, penetapan Sultan dan Pangeran Muda kepada gubernur dan wakil gubernur terpilih merupakan suatu langkah yang lebih terhormat dan lebih dapat diterima dalam upaya pelestarian budaya Banjar, sebagai sesuatu upaya pelestarian yang sesuai dengan perkembangan saat ini. Status sultan dan pengeran muda hanya simbol sementara yang dapat diraih oleh semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali, jika yang bersangkutan terpilih jadi gubernur dan wakil gubernur serta status lainnya bagi bupati/wakil dan walikota/wawali, karena sultan dan pangeran muda memang simbol kekuasaan.
Oleh karena itu, gubernur dan wakil gubernur terpilih pada Pemilukada Kalsel 2010, perlu ditetapkan sebagai Sultan dan Pangeran Muda. (Sultan) Rudy Ariffin dan (Pangeran Muda) Rudy Resnawan dapat segera meminta berbagai kalangan dari masyarakat untuk bersama-sama merencanakan pembangunan Taman Budaya Banjar dalam upaya pelestarian budaya Banjar. Jika ada pertemuan secara nasional tentang kerajaan-kerajaan di Nusantara, Sultan atau Pangeran Muda (gubernur atau wakil) yang akan berhadir atau bupati/walikota (wakil) untuk menegaskan pandangan masyarakat Kalsel tentang keberadaan “kerajaan” yang ada sekarang terwujud dari kekuasaan atas pilihan rakyat. (Barelaan sabarataan, maaf lahir batin, selamat Idul Fitri 1431 H).
(Radar Banjarmasin, 14 September 2010: 3)

Cuplikan beberapa komen :

Syarifuddin Rdin :
Perlu banyak pertimbangan dan pemikiran, krn mengenyampingkan peran pemangku budaya/adat atau apapun namanya yang sudah terlanjur berbuat....berdasarkan pola pikir yang sudah diasah.....sesuai pemahaman masing-masing. Jadi harus ada solusinya dulu, yaitu keikhlasan dan kerelaan dari .......

Arsyad Indradi :
Mudah2an banyak gelar Sultan itu Pangeran ini bagi pejabat daerah ini benar2 ada upaya nyata menghidupkan,membina dan melestarikan seni budaya,adat istiadat Banjar yang kian musnah dimakan "rayap". Kita ambil salah satu contohnya, kenyataan... saat ini "istana" kerajaan "Mamanda" sangat memprihatinkan,semakin "barubusan",disamping Rajanya ,Mangkubumi,Kepala Pertanda,Wajir,Harapan Pertama dan Kedua "kucangkirap tidak bergaji" karena jarang sekali ada "orderan". Begitu pula raja "Lamut" sdh tua2 tdk ada regenerasi. Anak2 negeri Banjar banyak yang " tidak tahu dibasa" karena tdk ada pelajaran muatan lokal disekolah mengalokasikan waktu untuk pelajaran adat istiadat,tata krama Banjar (walau ada perda).dan lain-lain dan lain-lain
Orang banyak tdk tau dengan "Arsyad Indradi" sejak th 70 sdh bergelar "Maha Raja Brajapati Alam Gangga Sukma Barjiwa" bertahta di Kerajaan "Ganda Manik Sukalima", duduk di singgasana bertatah yakut jambrut nilam biduri, memakai mahkota emas permata intan berlian.Mun pejabat sekarang ini baru aja bergelar-gelaran.he he he

Ibnu Aan Ansyari :
Tapi wal ai . . . kita perlu hati-hati menggunakan istilah SULTAN.
Terkait upaya handak membangun kembali sejarah dan budaya banjar nang kian musnah dimakan rayap, biar melalui simbol-simbol yang lain haja.

Tato Setyawan :
Setuju dgn komen Abah Arsyad, generasi muda banua era kini byk yg tdk bisa menghargai budaya sendiri. Contoh riil, suatu ketika ditempat saya ada mamanda, krn saya cinta budaya nusantara khususnya budaya lokal maka saya ajak beberapa teman ...utk menyaksikan acara itu, awalnya sy pikir mreka mau ternyata tdk, mrk mnolak ajakan sy sembari tertawa dan sdikit mengejek sembari mengatakan, sy ndeso dan kampunyan. bahkan mrk bilang bgini, "kami yg urang banjar aja koler masa ikam yg jawa suka mlihat mamanda". Aneh ya pandangan mereka. Termasuk ktika saya nonton wayang kulit banjar sampai tuntas, besoknya teman2 sy yg mengetahui itu pada ketawa, katanya sy aneh masa wayang kulit banjar ditonton. Sy justru berpikir sbaliknya, bahwa yg aneh adalah mreka. Bener gak Bang Ben hehehhehe
Terkait note sampean, idealnya memang bgitu, salah satu pilar atau komponen penting yg mampu menyangga kokohnya pondasi budaya lokal adlah pengambil kebijakan yg notabene adlah kpala daerah, di tangan merekalah budaya lokal bisa dijunjung tinggi bersama2 komponen daerah lainnya.

Zulfaisal Putra :
Perlu pertimbangan kuat jika menyangkut gelar-gelar ke bangsawanan. Kondisi kita berbeda dengan keraton di Jawa atau di Bali yang bisa menganugerahkan gelar kebangsawanan kepada artis sekali pun.
Namun, pemikiran Bang Ben ini juga perlu dija...dikan wacana pencerahan.

Tidak ada komentar: